-->
TAFSIR
AYAT-AYAT AL-QUR’AN
TENTANG EVALUASI PENDIDIKAN
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah merupakan usaha sadar dan rasa tanggung jawab dari seseorang untuk memelihara, membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan manusia agar menjadi dewasa dan memiliki makna dan tujuan hidup yang hakiki. Sebagai suatu proses pendidikan bertujuan untuk menimbulkan perubahan-perubahan yang diinginkan pada perkembangan fitrah setiap umat manusia atau peserta didik.
Dengan memperhatikan kekhususan tugas pendidikan islam yang meletakkan faktor perkembangan fitrah manusia dimana nilai-nilai agama dijadikan landasan kepribadian manusia yang dibentuk melalui proses itu, maka identitas islami yang telah dibentuk dan menjiwai pribadi manusia tidak akan dapat diketahui oleh pendidik muslim tanpa melalui proses evaluasi.
Proses pendidikan itu tidak terlepas dari beberapa komponen yang mendukungnya, dan salah satu komponen yang urgen adalah evaluasi. Penilaian ditempatkan sebagai salah satu aktivitas epistimologi pendidikan islam yang berguna untuk mengetahui seberapa banyak hasil yang diperoleh dalam proses pendidikan.
Betapa pentingnya evaluasi terhadap baik buruknya proses pendidikan sehingga kami mencoba menafsirkan beberapa ayat sebagai dasar dalam menetapkan atau menggambarkan seberapa besar evaluasi itu di perlukan dalam melaksanakan suatu pendidikan.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Menurut pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran. Sedangkan menurut pengertian istilah evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan. Dalam hal ini sebagian pakar meengatakan bahwa evaluasi adalah penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program.[1] Padanan kata evaluasi adalah assessment yang menurut Tardif berarti proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Selain kata evaluasi dan asesement ada pula kata lain yang searti dan relatif lebih masyhur dalam dunia pendidikan kita yakni tes, ujian, dan ulangan. Tes THB (tes Hasil Belajar) dan TPB (Tes Prestasi Belajar) adalah alat-alat ukur yang banyak digunakan untuk menentukan taraf keberhasilan sebuah proses belajar-mengajar atau untuk menentukan taraf keberhasilan sebuah proeses belajar mengajar atau untuk menentukan taraf keberhasilan sebuah program pengajaran. Sementara itu, istilah evaluasi biasanya digunakana untuk menilai hasil pembelajaran para siswa pada akhir jenjang pendidikan tertentu, seperti Evaluasi Belajar Tahap Akhir dan Evaluasi Belajar tahap Akhir Nasional (EBTA dan EBTANAS). Muhibbin Syah, menyatakan bahwa evaluasi ialah
1. Merupakan suatu kegiatan yang direncanakan dengan cermat,
2. Kegiatan yang dimaksud merupakan bagian integral dari penddiikan sehingga arah dan tujuan evaluasi harus sejalan dengan tujuan pendidikan/pengajaran.
3. Evaluasi harus memiliki dan berdasarkan kriteria keberhasilan
4. Evaluasi merupakan suatu ters, maka evaluasi dilaksananakan sepanjang kegiatan program pendidikan.
5. Evaluasi bernialai positif, yaitu mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar mahasiswa, kemampuan mengajar dosen serta menyempurnakan program pengajaran.
6. Evaluasi merupakan alat (the means) bukan tujuan (the end), yang digunakan untuk menilai apakah proses perkembangan telah berjalan semestinya? Dan apakah tujuan pendidikan telah tercapai dengan program dan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan.
7. Evaluasi adalah bagian yang sangat penting dalam suatu sistem yaitu sistem pengajaran untuk mengetahui apakah sistem itu baik atau tidak. Evaluasi yang diteliti akan membawa pangajaran yang efektif.[2] Akan tetapi Allah SWT menyebutkan evaluasi itu untuk menguji atau memberi nilai kepada hambanya yang menitik beratkan pada sikap, perasaan dan pengetahuan manusia seperti iman, ketaqwaan dan kekafiran
B. Dasar Evaluasi Pendidikan Menurut Al-Qur’an
Adapun landasan evaluasi pendidikan seperti yang terdapat dalam surah Al-Ankabut ayat 2-3 yang berbunyi:
|=Å¡ymr& â¨$¨Z9$# br& (#þqä.uøIã br& (#þqä9qà)t $¨YtB#uä öNèdur w tbqãZtFøÿã ÇËÈ ôs)s9ur $¨ZtFsù tûïÏ%©!$# `ÏB öNÎgÎ=ö6s% ( £`yJn=÷èun=sù ª!$# úïÏ%©!$# (#qè%y|¹ £`yJn=÷èus9ur tûüÎ/É»s3ø9$# ÇÌ
Artinya:
- Apakah manusa itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan “Kami telah beriman” sedang mereka tidak diuji lagi
- Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allahb mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
1. Tafsir Ayat
a. Surah al-Ankabut ayat 2.
Setelah Allah SWT memerintahkan untuk mengajak manusia ke jalan agama Allah (Islam) seperti yang tersebut pada akhir surah Al-Ankabut, maka dalam ayat ini digambarkan pula bahwa dalam rangka melaksanakan tugas dakwah itu seorang akan menghadapi berbagai cobaan dan ujian, bahkan kalau perlu harus berperang. Sebab Nabi dan para sahabatnya juga diperintah untuk berjihad. Andaikata situasi menghendaki yaitu bila orang musyrik tidak juga mau menerima ajaran islam, maka harus berjihad walau itu sangat berat resikonya. Oleh karena itu pada ayat ini Allah SWT menjelaskan secara khusus bahwa seorang mukmin belum akan mencapai derajat iman yang sebenarnya kecuali bila mereka rela mengahadapi cobaan-cobaan yang ditimpakan kepadanya.
Ibnu Abbas menerangkan ayat ini diturunkan karena peristiwa yang dialami oleh keluarga muslim yang masih tinggal di Mekkah, dimana Rasulullah telah berhijrah ke Madinah. Orang-orang lemah dari keluarga orang yang beriman itu adalah Salamah ibnu Hisyam, ‘Iyasy ibnu Abi Rabi’ah, Walid ibnu Walid dan lain-lain dimana mereka mendapat siksaan-siksaan mental dan fisik dari orang-orang yang tidak senang kepadanya karena menjadi pengikut nabi Muhammad SAW yang setia. Maka untuk mengokohkan iman mereka kepada Allah SWT maka dihiburlah mereka dengan menurunkan ayat-ayat di atas. Muqati meriwayatkan pula bahwa ayat itu diturunkan pada seorang sahabat yang bernama Mihya’ Maulana Umar bin Khattab, yang mana dialah yang pertama kali syahid di medan perang Badar dimana seorang anggota pasukan musuh bernama Amir ibnu al-Hadhrami berhasil menombaknya dengan tombak beracun sehingga Mihya’ tewas bermandikan darah. Rasulullah selain mengetahui tewasnya Mihya’ sebagai syuhada pertama dihari itu mak beliau segera menyatakan pemimpin syuhada adalah Mihya’ karena dialah orang pertama yang dipanggil masuk syurga di antara umat ini. Berita tentang tewasnya Mihya’ diterima oleh kedua orang tuanya dengan hati sedih dan pilu begitu pula dengan isterinya yang tercinta, maka untuk menghibur kelurga Mihya’ yang ditinggalkan Allah menurunkan ayat di atas.[3]
Pada ayat ini Allah SWT seolah-olah bertanya kepada manusia yang telah mengaku beriman dengan mengucapkan kalaimat syahadat bahwa apakah mereka akan dibiarkan begitu saja mengakui keimanan tersebut tanpa terlebih dahulu harus diuji ? Maka jawabnya tidak, karena setiap orang beriman harus diuji terlebih dahulu sehingga dapat diketahui sampai dimanakah mereka sabar dan tahan menerima ujian tersebut. Ujian yang mesti mereka tempuh itu bermacam-macam misalnya perintah berjihad (meninggalkan kampung halaman demi menyelamatkan iman dan keyakinan). Berjihad dijalan Allah, mengendalikan syahwat, mengerjakan tugas-tugas dalam rangka taat kepada Allah dan bermacam-macam musibah seperti kehilangan anggota keluarga, hawa panas kering yang menyebabkan tumbuhan-tumbuhan mati kekeringan dan lainsebagainya.
Semua cobaan itu dimaksudkan untuk menguji siapakah di antara mereka yang sungguh-sungguh beriman dengan ikhlas dan siapa pula yang berjiwa munafik serta untuk mengetahui apakah mereka termasuk orang yang kokoh pendiriannya atau orang yang masih bimbang dan ragu-ragu sehingga iman mereka masih rapuh.
b. Surah al-Ankabut ayat 3.
Orang-orang beriman dan berpegang teguh dengan keimanannya akan menghadapi berbagai macam penderitaan dan kesulitan, mereka sabar dan tabah menahan penderitaan itu, demikianlah umpamanya Bani Israil yang beriman, setelah diuji oleh Allah dengan berbagai macam siksaan yang dijatuhkan Fir’aun kepadanya. Umat Nabi Isa as yang beriman juga tidak luput dari azab dan kesengsaraan. Semuanya menjadi contoh dan pelajaran bagi kita umat yang beragama Islam ini. Diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Daud dan Nasa’i bahwa suatu waktu pernahpernah para sahabat mengadukan penderitaan mereka kepada Rasulullah dimana mereka mengatakan bahwa kami menderita dengan berbagai macam siksaan berat dari kaum musyrikin, apakh kami tidak akan ditolong wahai Rasulullah, apakah engkau berdo’a untuk keselamatan kami dari siksaan tersebut ? keluh mereka kepada beliau. Rasulullah hanya menjawab orang-orang sebelum kamu juga mengalami hal seperti ini, bahkan lebih hebat lagi. Seseorang yang karena keimanannya yang membaja kepada tuhan ia dihukum dan digalikan lubang khusus untuknya dan diletakkan geregaji di atasnya kemudian geregaji itu diturunkan perlahan-lahan sehingga tubuh orang tersebut terbelah dua. Adapula badannya disikat dengan sikat besi runcing yang sudah dipanaskan, namun mereka tidak mau mundur dari keyakinan agamanya. Demi Allah, agama ini pasti akan kutegakkan juga sehingga amanlah musafir Shan’a yang sedang dalam perjalanan ke Hadramaut. Mereka tidak takut kecuali hanya kepada Allah.selain itu walaupun serigala-serigala lolar mengelilingi binatang ternaknya tetapi kamu (sabda Rasulullah pula) terlalu tergopoh-gopoh minta pertolongan.[4]
Riwayat lai juga menyebutkan pula sahabat Abu Sa’id Al-Khudry memasuki rumah Rasulullah, Said menjumpai beliau yang sedang tidak enak badan (demam) Sa’id meletakkan tangannya pada belahan dada Beliau, badan yang mulia dirasakan panas, “Wahai Rasulullah alangkah hebatnya penderitaan ini” ya memang begitu. Kita sedang ditimpa cobaan yang berlipat ganda dengannya, tetapi pahalanyapun akan berlipat ganda yang akan diberikan oleh Allah kepada kita jawab Rasulullah. Siapah orang yang paling berat penderitaan yang dialaminya, tanya Sa’id selanjutnya, Nabi-Nabi sabda Beliau, lalu siapa lagi ? Orang-orang yang shaleh jawab Beliau.
2. Munasabah Ayat
ôQr& óOçFö6Å¡ym br& (#qä.uøIè? $£Js9ur ÄNn=÷èt ª!$# tûïÏ%©!$# (#rßyg»y_ öNä3ZÏB óOs9ur (#räÏGt `ÏB Èbrß «!$# wur ¾Ï&Î!qßu wur tûüÏZÏB÷sßJø9$# ZpyfÏ9ur 4 ª!$#ur 7Î7yz $yJÎ/ cqè=yJ÷ès? ÇÊÏÈ
Artinya:
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Dan Allah maha tahu apa yang kamu kerjakan (Q.S. At-Taubah ayat 16).
Bahwasanya setiap orang yang mengaku beriman tidak akan mencapai hakekat iman yang sebenarnya sebelum ia menempuh berbagai macam ujian yakni dengan kewajiban-kewajiban fisik, kewajiban dalam memanfaatkan harta benda, Hijrah, Berjihad dijalan Allah, membayar zakat kepada Fakir miskin, menolong orang yang sedang dalam kesusahan dan menolong orang yang sedang dalam kesulitan.
ûÉiïr'x.ur `ÏiB %cÓÉ<¯R @tG»s% ¼çmyètB tbqÎn/Í ×ÏWx. $yJsù (#qãZydur !$yJÏ9 öNåku5$|¹r& Îû È@Î6y «!$# $tBur (#qàÿãè|Ê $tBur (#qçR%s3tGó$# 3 ª!$#ur =Ïtä tûïÎÉ9»¢Á9$# ÇÊÍÏÈ
Artinya:
Dan beberapa banyaknya Nabi-Nabi yang berperang bersama-sama mereka, sejumlah besar dari pengikut-pengikutnya yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka dijalan Allah, dan tidak lesu dan tidak pula menyerah (kepada musuh), Allah menyukai orang-orang yang sabar (Q.S. Ali-Imran ayat 146).
Dalam hal ini Allah melarang manusia berprasangka bahwa ia diciptakan dengan percuma begitu saja. Justru Allah akan menguji masing-masing kita untuk menentukan siapakah yang paling tinggi derajatnya disisi Allah, derajat tersebut tidak mungkin diperoleh kecuali dengan menempuh ujian yang berat, karena hidup ini penuh dengan ujian baik kita enggan ataupun senang untuk menghadapinya. Semakintinggi tingkat kesabaran maka semakin besar pula kemenangan dan ganjaran yang kita peroleh. Itulah satu sunnah Tuhan yang berlaku bagi umat terdahulu dan sekarang.
- Asbabun Nuzul
Ibnu Abbas menerangkan ayat ini diturunkan karena peristiwa yang dialami oleh keluarga muslim yang masih tinggal di Mekkah, dimana Rasulullah telah berhijrah ke Madinah. Orang-orang lemah dari keluarga orang yang beriman itu adalah Salamah ibnu Hisyam, ‘Iyasy ibnu Abi Rabi’ah, Walid ibnu Walid dan lain-lain dimana mereka mendapat siksaan-siksaan mental dan fisik dari orang-orang yang tidak senang kepadanya karena menjadi pengikut nabi Muhammad SAW yang setia. Maka untuk mengokohkan iman mereka kepada Allah SWT maka dihiburlah mereka dengan menurunkan ayat-ayat di atas. Muqati meriwayatkan pula bahwa ayat itu diturunkan pada seorang sahabat yang bernama Mihya’ Maulana Umar bin Khattab, yang mana dialah yang pertama kali syahid di medan perang Badar dimana seorang anggota pasukan musuh bernama Amir ibnu al-Hadhrami berhasil menombaknya dengan tombak beracun sehingga Mihya’ tewas bermandikan darah. Rasulullah selain mengetahui tewasnya Mihya’ sebagai syuhada pertama dihari itu mak beliau segera menyatakan pemimpin syuhada adalah Mihya’ karena dialah orang pertama yang dipanggil masuk syurga di antara umat ini. Berita tentang tewasnya Mihya’ diterima oleh kedua orang tuanya dengan hati sedih dan pilu begitu pula dengan isterinya yang tercinta, maka untuk menghibur kelurga Mihya’ yang ditinggalkan Allah menurunkan ayat di atas.[5] Ibnu Abbas menerangkan ayat ini diturunkan karena peristiwa yang dialami oleh keluarga muslim yang masih tinggal di Mekkah, dimana Rasulullah telah berhijrah ke Madinah. Orang-orang lemah dari keluarga orang yang beriman itu adalah Salamah ibnu Hisyam, ‘Iyasy ibnu Abi Rabi’ah, Walid ibnu Walid dan lain-lain dimana mereka mendapat siksaan-siksaan mental dan fisik dari orang-orang yang tidak senang kepadanya karena menjadi pengikut nabi Muhammad SAW yang setia. Maka untuk mengokohkan iman mereka kepada Allah SWT maka dihiburlah mereka dengan menurunkan ayat-ayat di atas. Muqati meriwayatkan pula bahwa ayat itu diturunkan pada seorang sahabat yang bernama Mihya’ Maulana Umar bin Khattab, yang mana dialah yang pertama kali syahid di medan perang Badar dimana seorang anggota pasukan musuh bernama Amir ibnu al-Hadhrami berhasil menombaknya dengan tombak beracun sehingga Mihya’ tewas bermandikan darah. Rasulullah selain mengetahui tewasnya Mihya’ sebagai syuhada pertama dihari itu mak beliau segera menyatakan pemimpin syuhada adalah Mihya’ karena dialah orang pertama yang dipanggil masuk syurga di antara umat ini. Berita tentang tewasnya Mihya’ diterima oleh kedua orang tuanya dengan hati sedih dan pilu begitu pula dengan isterinya yang tercinta, maka untuk menghibur kelurga Mihya’ yang ditinggalkan Allah menurunkan ayat di atas.[6]
Imam ibn Hakim telah mengetengahkan sebuah hadits melalui Asy Sya’bi telah menceritakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang tinggal di Mekkah, mereka telah berikrar masuk islam. Kemudian para sahabat Rasulullah saw. Berkirim surat kepada mereka dari Madinah, bahwasanya Islam kalian tidak akan diterima melainkan kalian berhijrah. Maka mereka pada akhirnya berangkat dengan tujuan Madinah, kemudian orang-orang musyrik mengejar mereka sehingga tersusul, lalu mereka dikembalikan lagi ke mekkah. Setelah peristiwa itu turunlah Firman-Nya yaitu ayat yang telah disebutkan di atas, lalu para sahabat menulis surat kepada mereka bahwasanya telah diturunkan Firman Allah yang berkenaan dengan peristiwa yang alian alami.
Mereka yang berada di Mekkah berkata: kami harus keluar berhijrah, jika ada seseorang mengejar kami, niscaya kami akan memeranginya, lalu mereka keluar dan orang-orang musyrik mengejar mereka, akhirnya terjadilah pertempuran dai antara kedua belah pihak. Sebagian kaum muslimin Mekkah gugur dan sebagiannya lagi selamat, sehubungan dengan perihal mereka maka Allah menurunkan Firman-Nya. Sedangkan Abu Khatim telah mengetengahkan hadits lainnya melalui qatadah yang menceritakan bahwa ayat in diturunkan berkenaan dengan Ammar ibn Yazir, sebab ia disiksa oleh kaum musyrikin demi karena Allah.[7]
Bahwasanya cobaan itu perlu untuk menguji keimanan seseorang dan usaha manusia itu manfaatnya untuk dirinya sendiri. Dan sudah menjadi Sunnatullah bahwasanya setiap manusia yang beriman itu belum akan tercapai hakekat iman yang sebenarnya kecuali dengan adanya cobaan-cobaan dan ujian-ujian dari Allah yang diberikan kepada kita dan dapat menempuh cobaan-cobaan yang ditimpakan kepada kita, karena semakin tinggi tingkat kesabaran ketika menmpuh cobaan-cobaan itu maka semakin besar pila kemenangan dan ganjaran yang akan diperoleh.
C. Tujuan Evaluasi Pendidikan
Tujuan evaluasi dapat diidentifikasi secara singkat yaitu untuk memperoleh data dan informasi yang akurat dan obyek tentang pelaksanaan program. Informasi tersebut dapat mengenai dampak atau hasil yang dicapai, proses efesiensi atau pemanfaatan pendayagunaan sumber daya manusia. Adapun tujuan evalusai menurut pakar pendidikan yaitu:
- Memperoleh informasi yang diperlukan untuk meningkatkan produkutivitas serta efektivitas belajar siswa.
- Memperoleh bahan feed back.
- Memperoleh informasi yang diperlukan untuk memperbaiki dan menyempurnakan kegiatan mengajar guru
- Memperoleh informasi yang diperlukan untuk memperbaiki, menyempurnakan serta mengembangkan program.
- Mengetahhui kesukaran-kesukaran apa yang dialami siswa selama belajar dan bagaimana mencari jalan keluarnya.[8]
D. Bentuk Evaluasi
Input siswa sebagai pribadi yang utuh, dapat ditinjau dari beberapa segi yang menghasilkan bermacam-macam bentuk tes yang digunakan sebagai alat mengukur. Aspek yang bersifat rohani setidak-tidaknya mencakup 4 hal baik itu dari aspek kognitif, afektifnya dan psikomotornya:
- kemampuan untuk dapat mengikuti program dalam suatu lembaga, sekolah institusi, maka siswa harus memiliki kemampuan yang sepadan
- Kepribadian Kepribadian adalah sesuatu yang terdapat pada diri manusia dan menampakkan bentuknya dalam tingkah laku.
- Sikap-sikap. Sebenarnya sikap ini merupakan bagian dari tingkah laku manusia sebagai gejela gambaran kepribadian yang memancar keluar.
4. Inteligensi, untuk mengetahui tingkat inteligensi ini digunakan tes inteligensi yang sudah banyak diciptakan oleh para ahli. dalam hal ini yang terkenal adalah tes bantuan Binet dan Simon yang dikenal dengan tes Binet- Simon. Selain itu ada lagi tes-tes yang lain misalnya SPM, Tintum dan sebagainya.[9]
Maka berdasarkan beberapa aspek di atas Allah juga memberikan sistem evaluasi seperti yang telah difirmankan dalam kitab sucinya yang mana sasarannya adalah untuk mengetahui dan menilai sejauh mana kadar iman,taqwa, ketahanan mental dan ketegaran atau keteguhan hati serta kesediaan menerima ajakan Allah untuk mentaati perintah dan menjauhi larangannya. Kemudian setelah dinilai, maka Allah menetapkan kriteria-kriteria derajat kemuliaan hamba-Nya, bagi yang berderajat mulia di sisi-Nya maka Allah akan memberikan hadiah atau pahala yang sesuai dengan kehendak-Nya yang berpuncak pada pahala tertinggi yaitu syurga, sedangkan yang berderajat rendah karena ingkar terhadap ajakannya maka Allah akan memberikan balasan siksa. Begitu juga halnya dengan Nabi dalam melakukan evaluasi setelah melakukan dakwah atau pengajaran kepada para sahabat maka sistem yang dilakukannya adalah dengan memberikan pertanyaan atau tanya jawab serta musyawarah yang mana dengan sistem ini Nabi bisa mengetahui mana di antara para sahabat beliau yang cerdas, yang patuh, dan yang shaleh atau mana yang kreatif dan aktif responsif kepada pemecahan problema-problema yang dihadapi bersama Nabi. Dengan demikian dapatlah kita pahami bahwa evaluasi yang Allah berikan pada hakikatnya untuk mendidik hamba-Nya agar sadar terhadap fungsinya selaku hamba-Nya yaitu menghambakan diri hanya kepada-Nya. [10]
Dengan memahami penafsiran ayat di atas dapat pula dikemukana sistem evaluasi yang Allah gambarkan kepada kita selaku hambanya seperti:
a. Sistem evaluasi Allah terhadap manusia yang menghadapi berbagai kesulitan hidup, seperti firman-Nya dalam surah al-Baqarah ayat 155
Nä3¯Ruqè=ö7oYs9ur &äóÓy´Î/ z`ÏiB Å$öqsø:$# Æíqàfø9$#ur <Èø)tRur z`ÏiB ÉAºuqøBF{$# ħàÿRF{$#ur ÏNºtyJ¨W9$#ur 3 ÌÏe±o0ur úïÎÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÎÈ
Artinya:
Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar
b. Sistem evaluasi Allah untuk mengetahui hambanya apakah bersyukur atau kufur tehadap Allah seperti firmanNya
tA$s% Ï%©!$# ¼çnyZÏã ÒOù=Ïæ z`ÏiB É=»tGÅ3ø9$# O$tRr& y7Ï?#uä ¾ÏmÎ/ @ö6s% br& £s?öt y7øs9Î) y7èùösÛ 4 $£Jn=sù çn#uäu #
É)tGó¡ãB ¼çnyZÏã tA$s% #x»yd `ÏB È@ôÒsù În1u þÎTuqè=ö6uÏ9 ãä3ô©r&uä ÷Pr& ãàÿø.r& ( `tBur ts3x© $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù În1u @ÓÍ_xî ×LqÌx. ÇÍÉÈ
Artinya :
Ia pun berkata (orang yang berilmu dari Al-Kitab): ia termasuk dari karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmatnya). Dan barang siapabersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia (Q.S. An-Naml ayat 40)
c. Nabi Sulaiman pernah menevaluasi kejujuran se ekor burung hud-hud yang menberitahukan tentang adanya kerajaan yang diperintah wanita cantik, yang dikisahkan dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
* tA$s% ãÝàZoYy |Mø%y|¹r& ÷Pr& |MYä. z`ÏB tûüÎ/É»s3ø9$# ÇËÐÈ
Artinya : Berkata Sulaiman: Akan kami lihat (evaluasi) apakah kamu benar ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta (Q.S. An-Naml ayat 27)
d. Sistem Evaluasi Allah untuk mengetahui kadar keimanan dan ketaqwaan serta ketaatan kepadanya.
!$£Jn=sù $yJn=ór& ¼ã&©#s?ur ÈûüÎ7yfù=Ï9 ÇÊÉÌÈ çm»oY÷y»tRur br& ÞOÏdºtö/Î*¯»t ÇÊÉÍÈ ôs% |Mø%£|¹ !$töä9$# 4 $¯RÎ) y7Ï9ºxx. ÌøgwU tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÉÎÈ cÎ) #x»yd uqçlm; (#às¯»n=t7ø9$# ßûüÎ7ßJø9$# ÇÊÉÏÈ çm»oY÷ysùur ?xö/ÉÎ/ 5OÏàtã ÇÊÉÐÈ
Artinya :
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya (untuk melaksanakan perintah Allah, lalu kami panggil dia, wahai Ibrahim, sungguh engkau telah membenarkan mimpi itu, sungguh demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik, sesungguhnya ini benar-benar suatu yang nyata, dam ka,i tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar (Q.S. Ash-Shaffat ayat 103-107).[11]
Berdasarkan dari keterangan di atas dapatlah kita ketahui bahwa Allah dalam berbagai firman-Nya dalam kitab suci Al-Qur’an memberitahukan kepada kita bahwa pekerjaan evaluasi terhadap manusia adalah merupakan suatu tugas penting dalam rangkaian proses pendidikan yang telah dilaksanakan oleh pendidik atau manusia itu sendiri. Ada tiga tujuan pedagogis dari sistem evaluasi Tuhan terhadap perbuatan manusia yaitu:
1. Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam problema kehidupan yang dialaminya.
2. Untuk mengetahui sampai dimana atau sejauh mana hasil pendidikan wahyu yang telah diterapkan Rasulullah SAW terhadap umatnya.
3. Untuk menentukan klasifikasi atau tingkat-tingkat hidup keislaman atau keimanan manusia sehingga diketahui manusia yang paling mulia disisi Allah yaitu yang paling bertaqwa kepadanya, manusia yang sedang dalam iman dan ketaqwaannya dan manusia yang ingkar kepada ajaran islam.
KESIMPULAN
Dari uraian dan penjelasan mengenai konsep diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut
1. Allah memberikan sistem evaluasi seperti yang telah difirmankan dalam kitab sucinya yang mana sasarannya adalah untuk mengetahui dan menilai sejauh mana kadar iman,taqwa, ketahanan mental dan ketegaran atau keteguhan hati serta kesediaan menerima ajakan Allah untuk mentaati perintah dan menjauhi larangannya.
2. Bahwasanya cobaan itu perlu untuk menguji keimanan seseorang dan usaha manusia itu manfaatnya untuk dirinya sendiri. Dan sudah menjadi Sunnatullah bahwasanya setiap manusia yang beriman itu belum akan tercapai hakekat iman yang sebenarnya kecuali dengan adanya cobaan-cobaan dan ujian-ujian dari Allah yang diberikan kepada kita dan dapat menempuh cobaan-cobaan yang ditimpakan kepada kita, karena semakin tinggi tingkat kesabaran ketika menmpuh cobaan-cobaan itu maka semakin besar pila kemenangan dan ganjaran yang akan diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA
Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsir Jilid VII, Yoyakarta: 1990
Imam Jalaluddin al-Maally dkk, Tafsir Jalalin Asbabunnuzul Bandung: Sinar Baru, 1990.
Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Tafsir, jilid VII, Yogyakarta: Ferlia Citra, 1993
Arifin M.Ed, Ilmu pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Asara, 1996.
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka setia, 1999
Syah. Muhibbin,. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset. 1996.
Slameto, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1998
Thoha, Chabib, Teknik Evaluasi Mengajar Dalam Sistem Kredit Semester (SKS), Jakarta: Bumi Aksara 1996
Syah. Muhibbin, Psikologi Belajar, Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999
[1]M. Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Mengajar Dalam Sistem Kredit Semester (SKS), (Jakarta: Bumi Aksara 1996). Hm 5.
[2] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999). Hlm 56.
[3] Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsir Jilid VII, (Yoyakarta: 1990), Hlm.
[4] Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Tafsir, jilid VII, (Yogyakarta: Ferlia Citra, 1993.
[5] Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsir Jilid VII, (Yoyakarta: 1990), Hlm.
[6] Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsir Jilid VII, (Yoyakarta: 1990), Hlm.
[7] Imam Jalaluddin al-Maally dkk, Tafsir Jalalin Asbabunnuzul (Bandung: Sinar Baru, 1990).
[8] Slameto, Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 1998). Hlm. 15.
[9] Muhibbin Syah,. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset. 1996). Hlm. 78.
[10] Prof. H. M. Arifin M.Ed, Ilmu pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Asara, 1996), Hlm.243.
[11] Dra. Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka setia, 1999), Hlm. 148.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar